Rabu, 06 April 2016

Mitos Tahun Ketiga Mourinho



Musim kompetisi 2015/2016 mungkin menjadi musim terburuk bagi sang juara bertahan Chelsea FC, pasalnya hingga pekan ke - 32 mereka harus berjuang keras mempertahankan posisi di 10 besar. Bukanlah sebuah prestasi membanggakan mengingat mereka menyandang gelar sebagai juara bertahan dengan beberapa daftar pemain top bersarang di Stamford Bridge.

Hal ini membuktikan keberadaan pemain bintang tidak sepenuhnya berbanding lurus dengan sebuah prestasi dalam tim besar. Madrid telah membuktikan, pemain kelas wahid dengan banderol tinggi tiap tahun berdatangan untuk memperebutkan posisi utama demi meraih gelar bergengsi. Keinginan tak sejalan dengan kenyataan itulah yang harus dihadapi, 3 tahun Madrid harus puasa gelar La Liga sekalipun banyaknya dana yang harus digelontorkan manajemen untuk membangun tim impian.

Apa yang dialami Chelsea tidaklah lepas dari berkurangnya pemain senior, yah sekali lagi saya akan bertindak subjektif dengan mencantumkan nama Frank Lampard disini. Selain itu mitos mengenai kepelatihan Mourinho juga bisa menjadi pengaruh merosotnya performa Chelsea.

Bisa dilihat dari statistik, Stamford Bridge yang terkenal dengan kesan "angker" dapat dengan mudah ditaklukkan lawan sekelas AFC Bornemouth, yang menyandang nama sebagai tim promosi. Bahkan Crystal Palace pun juga berhasil mengjungkir balikkan Chelsea dihadapan pendukungnya sendiri, yang diperkuat oleh tim utamanya. Praktis, tahun ini Chelsea hanya bisa gigit jari karena harus puasa gelar dari empat kompetisi yang diikuti. Terakhir Chelsea harus terdepak dari kompetisi tertua Inggris, Piala FA setelah menyerah 2-0 dari Everton.

Berbicara mengenai pemain senior, sekarang Chelsea hanya memiliki satu nama tersisa yaitu sang kapten, John Terry. Kembali ke tiga tahun sebelumnya, di setiap lini Chelsea pasti memiliki "penunggu setia". Jangan pernah ragukan barisan penyerangan saat Didier Drogba unjuk kebolehan di hadapan kiper lawan. Lini kedua pun memiliki masternya, pemain dengan IQ setara Einstein yaiu Frank Lampard, tak segan turut menyumbang gol saat lini depan mengalami kebuntuan, sekalipun mencetak gol bukanlah tugas utama seorang midfielder. Di bawah mistar gawang, Petr Cech masih tidak tergantikan meskipun Chelsea telah memulangkan kembali Thibaut Courtois dari Atletico Madrid.

 Perdebatan mulai terjadi, karena disisi lain peremajaan dalam skuad sangatlah diperlukan, mengingat umur para senior telah melewati masa keemasannya. Namun tidak serta merta Chelsea mengeluarkan keputusan untuk mendepak pemain seniornya dalam kurun waktu bersamaan. Memberikan jeda waktu untuk proses adaptasi pemain baru dan calon pemain senior juga diperlukan agar menyeleraskan sebuah strategi.

Berbicara tentang strategi, tak lepas dari peran seorang manajer yang kala itu jabatan kursi panas ini dipegang oleh Jose Mourinho. Nama ini tentunya tak asing bagi para fans, mengingat prestasi yang ditorehkannya di jilid pertama dia menangani Chelsea, yaitu musim 2004/2005.

Kala itu Chelsea harus menanti hampir 50 tahun untuk memperoleh gelar Liga Inggris, keajaiban datang bersama pria Portugal ini yang langsung mempersembahkan gelar Liga Inggris di tahun pertamanya. Bukan hanya musim pertama, di musim kedua pria berjuluk The Special One ini masih ingin memperlihatkan kemampuannya di hadapan para pelatih senior lainnya dengan Chelsea meraih gelar keduanya. Sayangnya keajaiban itu harus terhenti di tahun ketiga, Mourinho harus angkat kaki dari kursi panas kepelatihan Chelsea.


Dari sinilah mitos mengenai kesialan Jose Mourinho di tahun ketiga tercipta. Setelah angkat koper dari tanah Inggris, Mourinho langsung mendapat tawaran dari raksasa Italia, Internazionale Milan atau biasa disebut Inter Milan. Sempat mempersembahkan treble winner untuk Inter Milan, yaitu Scudetto, Liga Champions dan Copa Italia, Bapak dua anak ini kembali menglami kesialan di tahun ketiganya.

Lagi-lagi Mourinho harus angkat kaki dari tim biru Italia, kali ini pendaratan mulus dilakukannya di tanah Spanyol untuk melatih klub yang terkenal sebagai gudang pemain mega bintang, Real Madrid. Bukan Mourinho jika tidak membuat sensasi, kali ini kisruhnya dengan pemain bintang Madrid yaitu Iker Casillas, Raul Gonzales dan Kaka yang sengaja disingkirkannya dari tim utama. Seperti sebelumnya kepemimpinan Mou hanya bertahan dua tahun, karena di tahun ketiga Florentino Perez mendepaknya dengan alasan belum tercapainya misi La Decima (perolehan 10 gelar liga Champions).


CLBK, itulah yang dilakukan Mou dan juga Chelsea setelah pemecatan Mourinho di Real Madrid, mereka mulai menjalin hubungan dengan perjanjian kepemimpinan Mourinho di lapangan hijau tidak akan dicampuri oleh sang pemilik, Roman Abramovich. Hal tersebut hanya sebuah wacana ketika Roman mulai tidak sabar untuk mendapatkan gelar Liga Champions kembali yang hanya satu kali mampir di Stamford Bridge yaitu tahun 2012.

Dari banyaknya peristiwa yang terjadi, sepertinya Mourinho sudah mempelajarinya dengan baik mengenai mitos tahun ketiga yang menimpa dirinya. Dengan kejeniusan otak untuk membuat dirinya benar dan menyelamatkan karirnya, Mou sengaja melakukan "penggembosan" pada skuad Chelsea. Dengan mulai mendepak pemain senior dengan alasan tak lagi masuk strategi atau demi melakukan peremajaan. menjual beberapa pemain yang berjasa dalam meraih gelar Liga Champions.

Itu semua dapat dikaitkan dengan rumor bahwa keinginan terbesar Mourinho adalah melatih musuh bebuyutan Chelsea, Manchester United. Jika tahun depan Mou sepakat melatih MU, maka Chelsea tidaklah menjadi lawan menakutkan lagi baginya karena skuad yang dimiliki Chelsea hanyalah berisi kucing manis yang tidak membuatnya gentar sedikitpun. Mengingat posisi Chelsea yang kini masih berkutat di posisi 10, membuatnya tidak mungkin untuk berlaga di kancah Eropa musim depan. Tentunya sedikit menguntungkan bagi MU meng"eliminasi" tim kuat seperti Chelsea, meskipun presentase pertemua mereka saat di Eropa sangatlah kecil.

Faktor ketiga yang tak boleh dilewatkan begitu saja adalah keberuntungan, terbukti dari susunan klasemen sementara liga Inggris berikut Klasemen sementara EPL 2015/2016

Dua nama yang tak diperhitungkan dapat meraih posisi puncak yaitu Leicester City dan Tottenham Hotspurs menyingkirkan nama beken sekelas Arsenal, Manchester United, Manchester City, Liverpool dan juara bertahan Chelsea. Tahun 2016 ini sepertinya memberikan bukti bahwa bola itu bundar dan apapun bisa terjadi tanpa dugaan. Sekaligus membuka mata penikmat sepakbola bahwa EPL (English Premier League) atau BPL (Barclays Premier League) merupakan liga dengan persaingan ketat.

Jika sudah begini siapa yang akan disalahkan dalam kasus merosotnya performa tim sekaliber Chelsea...?

~END~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar