Sabtu, 12 Juli 2014

Tragedi 2nd Penalti dalam Satu Turnamen

Penalti bukanlah hal asing lagi didunia sepakbola, dalam sebuah liga penalti hanya sebagai pelengkap. Merujuk pada pertandingan yang tidak menimbulkan masalah jika akhir dari pertandingan adalah seri, karena kebutuhan dalam liga merupakan konsistensi tim untuk menjaga performa tetap baik dari awal hingga akhir musim. Berbeda dengan sebuah turnamen, terutama ketika telah menginjak pada babak 16 besar. Babak adu penalti merupakan jalan satu-satunya untuk mendapatkan pemenang, jika kedua tim bermain imbang dalam 90 menit dan babak ekstra time.

Masih seputar topik yang banyak diperbincangkan oleh banyak pihak pecinta sepakbola, saya yakin betul orang yang tidak mengerti soal bola saja akan tetap membicarakan ini, yap Piala Dunia. Event 4 tahunan ini selalu menarik untuk dibahas, dalam gelaran PD 2014, telah terjadi 4 kali babak adu penalty mulai dari babak 16 besar hingga semifinal.

Pict 1: Tim yang merayakan kemenangan adu penalti
Brasil dan Chile mengawali babak adu penalti dalam turnamen ini tepatnya di 16 besar, dan Brasil keluar sebagai pemenang. Masih di 16 besar, Kosta Rika dan Yunani juga turut meramaikan ajang ini dan menentukan pemenang melalui babak adu penalty, Kosta Rika lolos ke babak selanjutnya.

Menginjak 8 besar, Kosta Rika kembali menunjukkan kehebatannya dengan menahan imbang tim besar yaitu Belanda, lagapun harus dilanjutkan hingga babak adu penalty. Kini giliran Kosta Rika yang harus angkat kaki, karena Belanda sukses mempecundangi wakil Amerika Latin tersebut. Babak semifinal juga tak lepas dari penalty, masih dengan aktor yang sama, Belanda melawan Argentina. Bermain 0-0 tak membuat salah satu dari mereka keluar sebagai pemenang, penalti menjadi jalan keluar, saatnya Argentina yang berpesta telah mengalahkan Belanda.

Dari 4 penalti diatas ada yang menggelitik hati saya, dan itu merujuk pada satu tim yang melakukan penalti dalam satu turnamen. Pada babak adu penalti yang kedua untuk satu tim yang sama, mereka gagal melewatinya dan harus mengakhiri babak penalti tersebut dengan kekalahan.Kosta Rika dan Belanda adalah korban dari mitos yang saya ungkapkan. Sukses di babak adu penalti pertama namun mereka gagal mengulang kesuksesan di kesempatan yang kedua.

Kekalahan Kosta Rika masih mendapat sambutan positif dari masyarkat dunia, sedangkan Belanda, kembali menjadi cemoohan. mereka dianggap sebagai tim kuat tidak pernah juara atau kata remaja masa kini adalah tim spesialis PHP, bermain impresif tapi selalu KO saat perebutan juara. Banyak juga pihak yang menilai bahwa ini kesalahan van Gaal karena tidak memasukkan Tim Krul, kiper yang sukses melakukan tugas di babak penalti melawan Kosta Rika.

Satu yang patut diingat, saat itu Belanda sudah kehabisan kesempatan untuk mengganti pemain, telah terjadi 3 pergantian pemain. van Gaal juga merasa percaya diri akan menyelesaikan laga tanpa adanya adu penalti, terbukti dengan ditariknya Robin van Persie digantikan oleh Huntelaar yang di laga sebelumnya sukses menjadi supersub. Dan keberhasilan Krul juga belum tentu bisa diulang saat menghadapi Argentina.

Motivasi awal Krul saat belum dimainkan adalah hanya ingin dipasang meskipun satu kali itu bukanlah masalah dan dia akan tampil maksimal. Ketika hal tersebut sudah terpenuhi, saya tidak yakin penampilan keduanya akan seimpresif yang pertama. Hal itu dikarenakan, motivasinya dalam turnamen tersebut sudah dipenuhi. Cillessen, memang tidak memiliki sejarah bagus dalam penalti, satu kalipun dia belum pernah melakukan blok untuk penalti. namun bukan berarti dia lebih buruk dari Krul. Terlihat saat memasuki ekstra time, wajah Cillessen menyiratkan kegugupan yang luar biasa. Mungkin kegugupan akan berakhirnya pertandingan itu dengan penalti, dan benar saja saat itu terjadi kiper Ajax ini tidak mampu berbuat banyak untuk timnya.

Kegagalan dalam penalti kedua bisa juga karena euforia yang terlalu besar, mereka seolah berpikir bisa dengan mudah menaklukkan penalti lagi nyatanya banyak tim yang gagal melakukannya. Seperti yang terjadi juga kepada Bayer Muenchen di tahun 2012. Saat semifinal mereka berhasil mengalahkan tim sekelas Madrid dalam adu penalti, dan saat final bertemu Chelsea, diatas kertas dengan mudah mereka dapat mengalahkan tim asuhan Roberto di Matteo kala itu meskipun harus penalti. Namun nyatanya mereka gagal mengulang kesuksesan.

Jika mitos ini dijadikan sebagai acuan dalam sebuah turnamen, maka saat pertemuan Argentina dan Jerman di final Piala Dunia 2014 mendatang tidaklah sulit menentukan siapa pemenangnya. Jika berakhir penalti, Jerman bisa saja menang dalam babak ini, mengingat belum satupun laga piala dunia yang dilalui Jerman berakhir dengan penalti. Tapi jika pertarungan hanya dalam kurun waktu 90 menit atau bahkan ekstra time, semua masih bisa berubah.

~END~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar